Rabu, 11 Februari 2015

[Cerpen] Mekar Secara Perlahan

こんばんわ みんな。。。
apa kabar? baik? semoga baikk yaaaa
post pertama dibulan Februari....
hem... hem... hem...
kali ini aku bakal nge share tentang Cerpen
sebenernya ini tugaas sekolah, tapi nggak papa lah aku share sekalian
*Note:
cerpen ini aku buat untuk kak Rica Leyona, anggota JKT48 yang harus graduated karena masalah kesehatan. Meski bukan oshi, tapi menurutku, kak Rica adalah orang yang paling istimewa terutama untuk member-member JKT48 yang ada dibelakang. Tanpa kak Rica, mungkin banyak member-member JKT48 yang berada dibelakang memilih untuk lulus.
Tapi... kak Rica memberi mereka semangat agar jangan putus asa... (give applause) :))
karena itu ia dijuluki Si Kuda Hitam dari JKT48
*Note2 :
novel ini mengambil tokoh kak Rica Leyona dan Sendy Ariani. Disini adalah cerita fiksi (meski ngidol sih). Dan aku harap, kak Rica mau membaca dan meninggalkan jejaknya disini (AMIIN).
buat yang udah nggak sabar.. ini diaaa... (kalau ada typo maap ya)

Mekar Secara Perlahan
Karya : Hanifah Kusumastuti
“Ric, kamu tuh kenapa sih? Pagi-pagi kok udah kaya orang bingung aja.” ujar mama yang pusing melihat Rica sedari tadi keluar masuk kamar dengan tergesa-gesa. “Itu lho ma, sepatu Rica yang biasa buat latihan. Mama lihat nggak? Dari tadi aku cari nggak ketemu. Padahal aku udah mau berangkat latihan ini.” Jawab Rica dengan panik.
“Pelupa kamu kapan hilangnya sih? Siapa coba yang kemarin naruh sepatu dibalkon atas rumah?” kata mama sambil geleng-geleng kepala melihat kebiasaan buruk Rica. “Oh, iya. Rica lupa. Hehehe…Untung mama inget. Makasih ma.” jawab Rica yang dengan kecepaan kilat sudah naik ke balkon atas untuk mengambil sepatunya. Saat turun ke ruang makan, Rica sudah siap berangkat latihan dengan sepatu sneakers nya yang baru diambil dari balkon lengkap dengan kaos dan celana pendek yang biasa ia gunakan untuk latihan. “Ric, makan dulu. Nih udah siap.” kata mama kepada Rica. “Duh, udah nggak sempet ma. Rica minum susu aja. Sendy udah mau sampai nih. Udah nyampai depan kompleks.” jawab Rica yang langsung menyambar susunya dan meminumnya dalam sekali teguk. “Pelan-pelan dong, Ric.” ingat mama yang tidak digubris Rica. Didepan terdengar suara klakson mobil Sendy. “Sendy udah dateng, Rica pergi dulu ma.” Kata Rica berpamitan pada mamanya. “Iya, hati-hati. Jangan lari-lari dong.” ingat mama Rica sambil mengantar ke depan rumah. “Pagi tante.” sapa Sendy dengan ramah. “Pagi, Sen. Nanti kalau udah selesai latihannya jangan langsung pulang ya. Tante mau bikin kue sama puding nih.” sapa mama pada Sendy. “Wah, enak nih. Baik tante. Siap. Hehehe…” ujar Sendy bersemangat. “Udah dong, ayo jalan.” rengek Rica yang ternyata sedari tadi sudah duduk disamping Sendy. “Sabar dong. Lagi ngomong rezeki nih. Dasar gak sabaran banget.” kata Sendy. “Pergi dulu tante.” pamit Sendy. “Iya, hati-hati dijalan.” kata mama Rica ramah. “Pergi dulu ma.” ucap Rica. “Iya. Hati-hati.” kata mama. Mobil pun melaju pergi meninggalkan rumah Rica.
Jalan-jalan di Jakarta nampak senggang. Saat musim liburan, banyak warga Jakarta yang memilih “mudik” ke kampung halaman masing-masing. Itulah keuntungan tinggal di Jakarta saat libur. Kemana-mana lancar, nggak perlu macet. Momen liburan semester ini pun dimanfaatkan Rica dan Sendy untuk latihan daripada hanya dirumah makan, tidur, makan, tidur. Maklum, mereka latihan untuk menjadi seorang Idol. Impian mereka yang sudah didepan mata. Kesempatan inipun nggak disia-sia kan begitu saja. Mereka memilih liburan untuk fokus latihan karena kalau waktu sebelum liburan, mereka banyak disibukkan dengan kegiatan sekolah karena Rica dan Sendy sudah kelas 2 SMA.
Ditengah perjalanan, Rica dan Sendy pun banyak membahas tentang latihan mereka nanti. Di tengah-tengah perjalanan, saat Rica sedang menghafal sebuah lagu, tiba-tiba Sendy bertanya, “Ric, eh,  aku cuma mau tanya. Kita beneran akan mekar secara bersama, kan?” tanya Sendy sedikit ragu. “Sen, kamu ngomong apa sih. Ya iyalah. Kita bakal mekar bersama. Tidak ada yang boleh tidak mekar. Kita harus berusaha supaya kita berdua lolos. Kamu masih inget kan janji kita? Lolos bersama?” jawab Rica penuh keyakinan. “Iya, Ric. Tapi, aku…” Sendy tak melanjutkan kalimatnya. “Kamu kenapa Sen?” selidik Rica. “Nggak papa kok. Aku cuma memastikan aja.” sahut Sendy dengan wajah dipaksakan tersenyum. “Oh, baiklah.” ujar Rica dengan sedikit ragu. Mereka pun fokus pada apa yang mereka kerjakan. Sendy menyetir dan Rica menghafalkan lagu. Sebenarnya, hati Sendy sedang berkecamuk. Ia ragu-ragu dengan keputusannya. Ia ragu, apakah ia akan mekar bersama dengan Rica melihat kemampuan Rica yang terus menanjak setiap harinya, sementara dia belum bisa mengikuti irama Rica. “Apa yang haru ku perbuat?” batin Sendy dengan gelisah.
Sampai ditempat latihan, Rica dan Sendy pun langsung masuk keruang latihan. Ini adalah latihan ke-8 mereka selama 1 bulan terakhir. Sebelum liburan, mereka hanya latihan empat kali dalam lima hari sekali. Dan sekarang sudah hari ke-empat liburan. Berarti latihan mereka tinggal 4 kali sebelum audisi dimulai. Pemilik tempat ini pun sudah tak asing dengan Rica dan Sendy. Jadi mereka berdua dipinjami ruang khusus.
Saat latihan, Sendy Nampak murung dan putus asa melihat kemampuan Rica yang sudah melebihinya. Rica yang sadar langsung menghentikan latihan koreografinya dan menghampiri Sendy. “Kamu kenapa, Sen? Kok kelihatannya lemes banget.” tanya Rica khawatir. “Nggak kok. Nggak apa-apa. Cuma lagi bingung sama gerakannya aja.” Sendy berbohong. “Oh, aku kirain kenapa. Aku bantu deh. Oke?” jawab Rica semangat. “Baiklah.” ujar Sendy lesu. Rica pun mengajari Sendy. Sendy akhirnya bisa menyamai langkah Rica. Namun tetap saja, ia merasa terbelakang.
Tak terasa sudah pukul 10.00 WIB. Rica dan Sendy memutuskan untuk segera pulang karena mereka sudah latihan selama 2 jam. Sampai rumah, Rica mengajak Sendy mampir karena mamanya membuat banyak puding. Tapi Sendy menolak. “Nggak jadi deh, Ric. Aku mau langsung pulang aja. Aku capek. Lain kali aja ya?” ujar Sendy. “Yah… padahal tadi kamu semangat banget. Ya udah deh. Kalau begitu selamat beristirahat.” jawab Rica kecewa.
Sendy pulang. Rica langsung menerobos masuk rumah tanpa mengucap salam. Sampai dapur, Rica mencium aroma kue dan puding mama nya yang sangat enak. Melihat sepiring kue dimeja, Rica langsung melahap habis dua buah kue. Mamanya yang melihat Rica pulang sendirian, langsung bertanya, “Mana Sendy?”. “Sendy langsung pulang, ma. Katanya capek.” jawab Rica yang terus melahap kue di meja. Namun ia langsung berhenti dan berkata, “Ma, aku heran deh sama Sendy. Hari ini, dia tuh aneh banget.”. “Aneh kenapa, Ric?” sambil berusaha merebut kue yang tinggal satu karena dilahap habis oleh Rica. Namun, apa daya. Kue tinggal satu, berhasil direbut Rica. Mama cemberut. Rica melanjutkan ceritanya. “Jadi gini ma. Dari tadi berangkat sampai pulang, Sendy kelihatan nggak semangat banget ma. Kelihatannya dia ragu-ragu deh ma sama audisinya. Padahal kan audisinya 5 hari lagi. Sementara latihan masih 3 kali.” cerita Rica agak lesu. “Mungkin dia lagi ada masalah, Ric. Biarin aja dulu.” nasehat mama dengan sedikit cemberut karena tidak kebagian kue yang dibuatnya tadi. Rica yang baru menyadari wajah cemberut mamanya mulai menggoda, “Tenang ma… tenang… kuenya enak, sayang mama kalah cepet sama Rica.”. “Untung mama masih nyimpen. Mama aja belum ngerasaain. Eh, udah kamu embat semuanya.” sahut mama Rica cemberut. “Ih, mama. Jangan cemberut dong. Nanti tambah tua lho. Keriputnya nambah.” goda Rica semakin menjadi. “Rica… kamu jangan goda mama terus!” kata mama sambil mengangkat piring kosong bekas kue untuk dilempar kepada Rica. “Aaa… takut… mama marah.” goda Rica semakin menjadi lalu lari ke kamarnya yang berada diatas sebelum mama makin menjadi. “Rica…!” geram mama. Meski Rica sering usil, tapi dia anak yang rajin dan baik hati. Ia juga menurut pada setiap nasihat ibunya berhubung papanya bekerja di Jepang dan baru pulang 3 bulan sekali. Harusnya, minggu ini papanya pulang ke Indonesia. tapi sampai sekarang belum pulang juga. Rica dan mamanya tidak mempermasalahkan hal tersebut karena memang pekerjaan papa sangat berat. Itulah yang membuat ia tumbuh menjadi anak yang kuat dan tegar.
Rica merebahkan tubuh diatas kasur. Semilir angin dari jendela kamar yang dibuka mulai memenuhi ruangan. Rica beradu dalam pikirannya. Ia mulai memikirkan Sendy. Bukan kali ini saja Sendy bersikap begitu. Dua hari yang lalu, ia juga bersikap aneh seperti tadi. “Ada apa sebenarnya? Semakin mendekati audisi, ia bersikap semakin aneh.” batin Rica. Terlalu pusing memikirkan Sendy, Rica memutuskan untuk memutar lagu Heavy Rotation dan mengeraskan volume nya sampai terdengar diseluruh sudut kamarnya yang mungil itu. Lalu secara tidak sadar, ia pun terlelap dalam angannya.
“Rica… bangun… udah sore nih. Udah jam 5. Bangun dong…” mama Rica berusaha membangunkan Rica yang kalau udah tidur susah banget dibangunin. “Bentar lagi ma. 10 menit lagi.” elak Rica seraya menempis tangan mamanya. “Eh ini anak ya. Bangun nggak? Kalau nggak bangun juga lebih baik acara beli album baru buat latihanmu hari ini batal aja deh.” ancam mama yang membuat Rica bangun seketika. “Eh,eh,eh jangan dong ma. Rica udah bangun kok. Jangan dibatalin dong. Ya ya ya?” rayu Rica pada mamanya. Buah emang nggak bakal jatuh jauh dari pohonnya. Sifat usil Rica menurun dari mamanya. “Baik. Tapi, pergi mandi sekarang trus makan malam. Abis itu ayo pergi.” Kata mama sambil tersenyum usil. Kali ini ia berhasil mengerjai Rica. “Iya deh.” Rica pun menurut.
Selesai mandi dan makan bersama, mama memenuhi janjinya pada Rica. Ya! Album baru buat latihan. Menyusuri jalan besar di Jakarta pada malam hari yang ramai, Rica tenggelam dalam pikirannya. Ia masih memikirkan Sendy. “Ma, kalau besok aku tanya ke Sendy langsung aja gimana? Aku jadi nggak tenang nih.” kata Rica pada mama. “Terserah kamu aja deh Ric.” jawab mama sambil terus fokus pada menyetir. Rica menghela nafas.
Selesai mendapatkan album incarannya, Rica dan mama memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Sampai rumah, Rica langsung masuk ke kamar dan memutar album barunya. Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB. Lagu masih terus mengalun tetapi Rica sudah berada didalam dunia mimpinya.
Pagi hari selesai sarapan, Rica pamit kepada mamanya dan memilih menunggu Sendy didepan kompleks. Setelah menunggu 10 menit, akhirnya Sendy muncul. “Hai, Ric. Maaf nunggu lama.” sapa Sendy. “Enggak kok. Santai aja.” jawab Rica. Mereka hanya saling diam saat didalam mobil. Canggung untuk memulai obrolan.
Sampai ditempat latihan, mereka memulai latihan seperti biasa. Sendy yang sedari tadi ingin mengungkapkan isi hatinya, memberanikan diri memulai pembicaraan. “Ric… kayaknya, aku, berhenti sampai sini aja deh.” Kata Sendy tiba-tiba. Refleks, Rica menghentikan gerakannya dan berjalan mendekati Sendy. “Ta-tapi, kenapa, Sen?” jawab Rica terkejut. “Aku udah nggak sanggup ngikuti irama kamu Ric. Kamu udah jauh dari aku. Kemampuanku jauh dibawahmu. Aku rasa dengan begini, kita nggak akan lolos bersama.” ujar Sendy mulai berkaca-kaca. Rica mulai berteriak marah, “TAPI KENAPA SEN? KENAPA? Kamu lupa sama janji kita? Janji buat mekar secara bersama? Hanya karena kamu merasa aku berkembang terlalu cepat, kamu jadi pesimis gitu?”. “Bukan begitu. Aku rasa aku hanya akan menyusahkanmu. Aku…” belum sempat Sendy menyelesaikan kalimatnya, sebuah tangan melayang, mendarat tepat dipipinya. Meski tidak menyakitkan, tetapi itu sangat mengejutkan. Itu tangan Rica. “Ric, k-kamu n-nampar aku?” kata Sendy seolah tak percaya. “Iya. Aku sengaja. SUPAYA KAMU ITU SADAR. Kamu nggak seharusnya pesimis begitu. Aku bisa membantumu tetapi kamu tidak pernah meminta kepada ku. Bagaimana aku bisa tahu?” nada Rica mulai meninggi. Sendy hanya terdiam terpaku ditempat mengetahui reaksi sahabatnya itu. Ia merasa sangat menyesal. Ia seharusnya memberi tahu Rica dan tidak bertindak bodoh seperti itu. Air matanya mulai mengalir. “Sen, aku nggak mau kita pisah. Aku nggak mau kita nggak jadi audisi. Kita memulainya berdua dan kita juga harus mengakhirinya berdua. Aku bisa mengajarimu. Kamu mau kan? Kamu mau kan tetep berjuang bersama?” pinta Rica kepada Sendy. Tak terasa air matanya mulai mengalir. “Maafin aku Ric. Aku udah bertindak salah. Aku minta maaf. Aku janji aku akan tetep berjuang bersama kamu. Maafin aku ya?” ujar Sendy pada Rica. “Aku mau kok. Asal kita tetap bersama.” Rica pun memeluk Sendy yang masih menangis.
Latihan tinggal 2 kali lagi dan waktu audisi tinggal 3 hari lagi. Rica semakin giat membantu Sendy dalam latihan. Mereka pun menambah jam latihan. Yang tadinya cuma dua jam, untuk mengejar ketertinggalan harus menambah jam latihan menjadi 4 jam dalam sehari. Berarti waktu mereka latihan tinggal 8 jam. Untungnya, mama Rica selalu mendukung mereka berdua dan memberikan kebebasan pada mereka. Ssstt!!! Sebenarnya, mama sedang menyembunyikan sesuatu dari Rica. Dan Rica tidak menyadarinya sama sekali.
Hari yang dinanti-nanti telah tiba! Hari Audisi yang ditunggu Rica dan Sendy akhirnya datang. Mereka mempersiapkan segala sesuatunya dengan teliti. Mulai dari nomor peserta, sampai pakaian yang mereka kenakan. Mereka pergi ke tempat audisi diantar mama Rica. Dalam perjalanan, mama Rica berkata, “Nanti kalau kalian lolos, nanti mama akan belikan hadiah kalian semua. Dan untukmu Rica, mama punya kejutan khusus buat kamu.”. “Wah, makasih tante.” ucap Sendy senang. “Yang bener ma? Serius? Kejutannya apa ma?” selidik Rica. “Ada deh. Nanti tahu sendiri kamu.” jawab mama usil.
Sampai tempat audisi, mereka segera mengantri dan menunggu untuk diaudisi. Sudah 4 jam berlalu. Semua tahapan audisi telah dilalui Rica dan Sendy dengan lancar meski persaingan sangat ketat. Dan sekarang adalah saatnya untuk pengumuman siapa yang akan lolos dan masuk karantina. Rica, Sendy, dan tentunya mama, merasa deg-deg an sesaat sebelum pengumuman. “Kita bakal lolos nggak ya?” desah Sendy. “Pasti lolos. Berfikir positif aja, Sen. Lagian kita tadi audisinya juga lancar.” Kata Rica penuh percaya diri. Mama meng-iya-kan perkataan Rica, dan mama optimis mereka berdua akan lolos.
Pengumuman peserta yang lolos dimulai. Dari 128 peserta yang lolos tahap audisi akan disaring lagi menjadi 30 peserta dan siap masuk karantina selama 3 bulan. Setelah dikarantina, mereka akan melakukan debut pertama mereka pada hari terakhir karantina.
Nama demi nama mulai disebut. Sudah 22 peserta yang lolos ke tahap karantina. Tetapi nama Rica dan Sendy belum juga disebut. “Ayo dong. Kenapa belum dipanggil?” Rica mulai resah. “Sabar Ric. Mungkin kali ini.” tenang Sendy. Secara mengejutkan, nama mereka dipanggil pada posisi 24 dan 25. Mama, Rica, dan Sendy bersyukur karena akhirnya kerja keras mereka tidak sia-sia. Setelah selesai membacakan peserta yang lolos ke tahap karantina, penyelenggara memberitahu bahwa karantina akan dimulai 5 hari lagi. Dan mereka berkata bahwa sekolah tetap menjadi prioritas utama bagi pelajar dan mahasiswa. Rica dan Sendy senang karena dengan begitu mereka tetap bisa bersekolah dengan lancar.
Selesai pengumuman, Rica mulai menagih janji mamanya. “Ma, katanya bakal ada kejutan. Sekarang, kejutannya mana?” tagih Rica pada mamanya. Mama hanya bisa tersenyum. Sendy yang tanpa sengaja menengok ke belakang sangat terkejut. Mama mengisyaratkan supaya Sendy diam. Dia menurut. “Kalau kamu pengen tahu apa kejutannya, tutup mata kamu dulu. Lalu berputarlah ke belakang.” perintah mama kepada Rica. “Ayo tutup mata.” desak Sendy. “Baiklah. Sebenernya kalian nyembunyiin apa sih?” tanya Rica sambil mulai menutup mata. Rica membalikkan badan. Mama menghitung satu sampai tiga baru Rica boleh membuka matanya. Saat membuka mata, betapa terkejutnya Rica. Kejutan yang mama janjikan adalah… papa. Ya, papa Rica yang seharusnya tidak bisa pulang karena pekerjaan, kini sudah berdiri dihadapan Rica. “Papa.” ucap Rica yang tidak percaya. Papa tersenyum sambil menenteng dua buket bunga special sebagai tanda selamat kepada Rica dan Sendy.
Papa berjalan mendekati Rica yang masih mematung karena masih terkejut akan kehadirannya. Papa pun memberikan buket bunga tersebut pada Rica dan Sendy. “Hai, Ric. Ini hadiah pertama dari papa. Usaha kamu selama ini nggak sia-sia kan?” ujar papa tersenyum sambil memberikan buket bunga untuk Rica. “Sen, selamat ya. Mulai sekarang kalian harus lebih berusaha dengan giat. Semangat.” ucap papa kepada Sendy sambil menyerahkan buket bunga. “Baik om. Terima kasih banyak.” ucap Sendy sambil tersenyum. “Ric, masih nggak percaya nih? Atau sebaiknya papa balik ke Jepang lagi aja?” goda papa kepada Rica. “Rica kangen sama papa.” seketika itu juga Rica memeluk papanya. Mama pun merangkul Sendy.
Terdengar sayup-sayup sebuah lagu didalam ruangan audisi tadi. Diantara beberapa liriknya terdapat kalimat :“Impian ada ditengah peluh, bagai bunga yang mekar secara perlahan. Usaha keras, itu tak akan mengkhianati”. Itulah yang dirasakan Rica dan Sendy sekarang. Akhirnya, impian Rica dan Sendy untuk mekar secara bersama dapat terwujud. Usaha keras mereka selama ini tidak sia-sia. Mereka berdua berjanji akan terus berjuang bersama dalam keadaan senang maupun sedih. Mereka akan memikul beban itu secara bersama. Dan berjanji untuk tidak mudah putus asa walau dalam masa-masa sulit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar